Inggris-isme

X : apa bahasa Inggrinya Batu?
Y : stone
X : ya, betul
Y : ...sudah.. gitu aja.. dasar tebak2an gak mutu... *ngambil shotgun, bidik, DOOR!!!

Maaf ya, lama sekali saya baru sempat menulis di blog ini. Terkendala banyak halang dan rintangan (halah).
Kali ini saya akan menulis tentang salah satu fenomena yang mungkin kita sadari atau tidak kita sadari, yaitu Inggris-isme (nulis ngasal). Intinya, kita jadi lebih senang menggunakan, mendengar, ataupun melihat hal2 yang berhubungan dengan bahasa Inggris.
Mungkin ada sebagian orang yang akan berkata, “ ah, saya gak gitu loh.. I love Indonesia” atau “akhyu tyuh gyak syuka phake bhahasya inggris”(dengan gaya Cinta Laura). Bahkan seorang bule berkata “saya lahir di Inggris..”. Penjual2 alat pertukangan pun banyak yang berteriak2, “KUNCI INGGRIS, KUNCI INGGRIS....”. Lihat? Seberapa dahsyatnya pengaruh bahasa Inggris pada masyarakat kita.
Memang, ketika seseorang berbicara dan menggunakan bahasa Inggris pada beberapa kata, hal itu akan membuat seseorang itu menjadi terlihat lebih pintar, cerdas, dan pirang(??). Orang2 pun lebih cenderung mengaitkan cantik itu pada orang2 bule yang berasal dari luar negeri. Ketika melihat seorang bule yang kulitnya putih, hidungnya mancung, rambutnya pirang, dan ngomong pake bahasa Inggris, maka akan banyak orang yang bilang “cantik ya..”, “pintar ya ngomong bahasa Inggrisnya..”, atau “jadi laper...”. Iya, kata2 yang terakhir tadi karena lapar, bukan karena hal lainnya (positive thinking please..).
Sama seperti kita menonton film. Kita lebih senang menonton film yang berjudul ‘Superman’, coba kalo diganti jadi ‘Manusia Super’ pasti peminatnya kurang banyak. Dan film2 lainnya yang kita lebih senang kalo judulnya pake bahasa Inggris. Batman=Manusia Kelelawar, Astro Boy=Bocah Astro, How to Train Your Dragon=Bagaimana Cara Melatih Naga Anda. Entah kenapa, semua film tadi seandainya dibuat jadi berjudul bahasa Indonesia, agak kehilangan daya tariknya.
Sama juga seperti nama. Entah kenapa nama John terlihat lebih keren dibanding Jono ataupun Paijo. Kalau kita mendengar nama ‘Tukiyem’ (mohon maaf bagi yang bernama Tukiyem, tidak ada maksud terselubung di balik tulisan ini), pasti kita langsung berpikir, “ni orang kayaknya pembantu”. Sedangkan bila kita mendengar nama ‘Angel’, kita akan langsung berpikir, “ni orang kaya, mungkin artis”. Begitulah masyarakat kita, terlalu mudah menilai orang, bahkan hanya dari namanya saja.
Ya, saat ini masyarakat kita sudah terlalu banyak teracuni dengan dunia barat dan segala tetek bengeknya. Terlalu banyak film, buku, dan hal2 lainnya yang berasal dari barat. Mengambil ilmu, pelajaran dan hal2 baik lainnya boleh saja, tapi jangan sampai kita lupa kalau di Negara kita sendiri ini ada banyak hal yang dapat kita pelajari. Kita harus dapat memilah dan memilih mana yang baik dan yang buruk. (omongan saya mulai serius, pasti gara2 hari ini hari minggu. Apa coba hubungannya?)
Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar2nya kepada para seniman tanah air yang dapat menciptakan karya2 seni asli Indonesia, baik itu film, novel, drama, tarian, atau apapun itu, bahkan banyak yang sudah sampai dan diakui di mancanegara. Saya pengen seandainya nanti saya ke luar negeri dan ngomong pake bahasa Indonesia, misalnya ngomong, “sandal jepit saya putus”, maka orang2 disana jadi kagum dan bilang “ganteng ya, bisa bahasa Indonesia’, “Indonesian is cool..”, atau “ jadi laper...” (laper karena belum makan). Ya, mudah2an suatu saat nanti bisa seperti itu.
Masyarakat kita terlalu banyak yang hanya menilai dari penampilan, bahkan hanya dari namanya saja yang berbau ke-Inggris-an.

Kata2 bijak di postingan kali ini :

“Don’t judge a book by its cover, nor from its title”
(tuh kan postingan ini jadi keren, gara2 pake bahasa Inggris.. Ngomong2 itu kalimat artinya apa ya???)